K3 UMUM


SEJARAH K3
Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Kesadaran umat manusia terhadap keselamatan kerja telah mulai ada sejak jaman pra-sejarah. Ditemukan tulisan tertua tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berasal dari jaman manusia pra-sejarah di jaman batu dan goa (paleolithic dan neolithic), ketika itu manusia telah mulai membuat kapak dan tombak untuk berburu. Kemudian bangsa Babylonia pada dinasti Summeri (Irak) membuat disain pegangan dan sarung kapak, membuat tombak yang mudah untuk digunakan agar tidak membahayakan pemakainya serta pembawanya menjadi aman. Selain itu mereka juga telah mulai membuat saluran air dari batu untuk sanitasi. Kurang lebih 1700 tahun sebelum masehi, Hamurabi, raja Babylonia, telah mengatur dalam Code Hamurabi, apabila suatu bangunan rumah roboh karena tidak dibangun dengan baik dan menimpa orang, maka pemilik bangunan tersebut akan dihukum. Demikian pula pada jaman Mozai, lebih kurang lima abad setelah Hamurabi, telah ada ketentuan bahwa ahli bangunan bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjaanya. Pada waktu itu telah ada kewajiban untuk memasang pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. Sekitar 80 tahun sesudah Masehi, Plinius seorang ahli Encyclopedia bangsa Roma, mensyaratkan agar para pekerja tambang memakai tutup hidung. Pada tahun 1450, Dominico Fontana yang diserahi tugas membangun obelisk ditengah lapangan St.Pieter Roma, selalu menyarankan agar para pekerja memakai topi baja. Pemahaman atas kesehatan kerja yang paling tua ditemukan pada bangsa Mesir, ketika Ramses II pada tahun 1500 sebelum Masehi, membangun terusan dari mediterania ke laut merah dan juga ketika membangun Rameuseum. Saat itu Ramses II menyediakan tabib untuk menjaga kesehatan para pekerjanya. Pada tahun 460 sebelum Masehi, Hippocrates menemukan penyakit tetanus di kapal yang sedang mengangkutnya berlayar. Pemahaman mengenai pentingnya kesehatan kerja secara khusus, dimulai pada abad ke 16 oleh Paracelsus dan Agricola. Paracelsus pada jaman renaissance mulai memperkenalkan penyakit yang menimpa para pekerja tambang. Keduanya menguraikan mengenai pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan penyakit yang diderita oleh para pekerja. Keduanya telah mulai melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit akibat kerja. Agricola misalnya, telah menganjurkan penggunaan ventilasi dan tutup muka yang longgar. Paracelus lebih banyak menguraikan tentang bahan-bahan kimia, sehingga dia dianggap sebagai bapak toksikologi modern. Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari Universitas Modena di Italia, dianggap sebagai bapak kesehatan kerja. Beliau yang pertama menguraikan hubungan berbagai macam penyakit dengan jenis pekerjaannya. Ramazzini menganjurkan agar seorang dokter dalam memeriksa pasien, selain menanyakan riwayat penyakitnya, juga harus menanyakan pekerjaan pasien dimaksud. Ramazzini menulis mengenai kaitan antara penyakit yang diderita seorang pasien dengan pekerjaannya. Mengamati bahwa para dokter pada waktu itu jarang mempunyai perhatian terhadap hubungan antara pekerjaan dan penyakit. Oleh Ramazzini mulai mengembangkan ilmu kedokteran dari sudut pandang ilmu sosial (Socio medicine).Ia juga menemukan bahwa terdapat dua kelompok besar penyebab penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang terkandung di dalam bahan yang digunakan kertika bekerja dan adanya gerakan janggal yang dilakukan oleh pekerja ketika bekerja (ergonomic factor). Dalam perkembangannya kemudian sejak tahun 1925 pemeriksaan kesehatan tenaga kerja telah digunakan sebagai titik awal bagi upaya perlindungan keselamatan kerja dari aspek kesehatan tenaga kerja. Pada masa revolusi industri, di Inggris banyak terjadi kecelakaan kerja yang membawa korban. Pada waktu itu para pengusaha beranggapan bahwa kecelakaan yang menimbulkan penderitaan dan kerugian bagi pekerja, merupakan bagian dari resiko pekerjaan yang harus ditanggung sendiri oleh para pekerja. Bagi pengusaha kehilangan pekerjaan karena kecelakaan akan akan mudah diatasi, menggantinya dengan pekerja baru. Keadaan yang tidak adil ini telah menimbulkan kesadaran masyarakat bahwa hal itu tidak sesuai dengan asas perikemanusiaan, karena kecelakaan dan pengorbanan pekerja dalam hubungan kerja yang terus dibiarkan, pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak manusiawi. Kesadaran masyarakat yang berkembang ini, mebuka peluang dan mendorong pekerja untuk menuntut perlindungan, dengan meminta agar pengusaha melakukan tindakan pencegahan dan menaggulangi kecelakaan yang terjadi. Sejak itu, bagi pekerja yang mengalami kecelakaan dilakukan perawatan. Pada tahun 1911, di Amerika Serikat diberlakukan Undang-Undang Kerja (Works Compensation Law) yang antara lain mengatur bahwa setiap kecelakaan kerja yang terjadi, baik akibat kesalahan tenaga kerja atau tidak, yang bersangkutan akan mendapat ganti rugi jika hal itu terjadi dalam pekerjaan. Undang-Undang ini merupakan permulaan usaha pencegahan kecelakaan yang lebih terarah. Hal yang sama kemudian diberlakukan pula di Inggris. Selanjutnya pada tahun 1931 H.W.Heinrich dalam bukunya Industrial Accident Prevention, menulis tentang upaya pencegahan kecelakaan di perusahaan, tulisan itu kemudian dianggap merupakan permulaan sejarah baru bagi semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir secara modern. Prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich merupakan dasar-dasar program keselamatan kerja yang berlaku hingga saat ini.
Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat demikian segera berubah, tatkala revolusi industri dimulai, yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis.
Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluakn industri. Tenaga uap sangat bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya juga mengandung resiko terhadap peledakan karena adanya tekanan.
            Kurang lebih tahun 1700 sm. Raja Hamurabi dari kerajaan Babylonia dalam kitab undang-undangnya menyatakan bahwa: ” Bila seorang ahli banguanan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati, maka ahli bangunan tersebut dibunuh” . Hippocrates,ahli fisika Yunani yang terkenal,disebut sebagai bapak pengobatan. Sekitar tahun 400 SM dia berusaha menangani tetanus,membantu memeriksa wabah di sekitar Athena,serta memberikan panduan perawatan cidera di kepala yang disebabkan kecelakaan. Selama awal Abad Pertengahan berbagai bahaya diidentifikasi,termasuk efek-efek paparan timbal dan mercury,kebakaran dalam ruang terbatas,serta kebutuhan alat pelindung perorangan. Namun demikian,tidak ada standard atau persyaratan keselamatan yang terorganisasi dan ditetapkan pada saat itu. Para pekerja biasanya pengrajin independen atau bagian dari toko atau pertanian keluarga dan bertanggung jawab sendiri untuk keselamatan,kesehatan dan kesejahteraannya.ØSelanjutnya menyusul revolusi listrik, revolusi tenaga atom dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Disamping manfaat tersebut, pemanfaatan teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bentuk resiko terhadap kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tentang upaya K3 ebagai gambaran sejarah K3.
            Tahun 1450 Dominico Fontana diserahi tugas membangun obelisk ditengah lapangan St. Pieter Roma. Ia selalu mensyaratkan agar para pekerja memakai topi baja. Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah K3 manusia pekerja menjadi perhatian para ahli waktu itu.Sejak revolusi industri di Inggris dimana banyak terjadi kecelakaan, dan banyak membawa korban, para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal tersebut adalah bagian dan resiko pekerjaan dan penderitaan para korban, karena bagi pengusaha sendiri, hal tersebut dapat dengan mudah ditanggulangi dengan jalan memperkerjakan tenaga baru. Akhirnya banyak orang berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan apalagi tanpa gantgi rugi bagi korban dianggap tidak manusiawi. Para pekerja mendesak pengusaha untuk mngambil langkah-langkah yang positif untuk menanggulangi masalah tersebut. Yang diusahakan pertama-tama ialah memberikan perawatan kepada para korban dimana motifnya berdasarkan peri kemanusiaan.Ø Leih kurang 80 tahun sesudah masehi, Plinius seoarang ahli Encyclopedia bangsa Roma mensyaratkan agar para pekerja tambang diharuskan memakai tutup hidung. Ø Zaman Mozai lebih kurang 5 abad setelah Hamurabi, dinyatakan bahwa ahli bangunan bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dengan menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. ØJadi aspek keselamatan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala meski pendekatannya adalah dengan memaksa.
Di Inggris pada mulanya aturan perundangan yang hampir sama telah diberlakukan, namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika terbukti bahwa kecelakaan yang terjadi adalah akibat kesalahan atau kelalaian si korban maka ganti rugi tidak akan diberikan. Karena para pekerja berada pada posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akibatnya peraturan perundangan tersebut diubah tanpa memandang apakah si korban salah atau tidak.
Berlakunya perundangan tersebut dianggap sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja, yang membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan industri. HW. Heinrich dalam bukunya yang terkenal ”Industri Accident Prevention ”(1931), dianggap sebagai suatu titik awal, yang bersejarah bagi semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Pada hakekatnya, prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich di tahun 1931 adalah merupakan unsur dasar bagi program keselamatan kerja yang berlaku saat ini.

Sejarah K3 Indonesia
Usaha K3 di Indonesia dimulai tahun 1847 ketika mulai dipakainya mesin uap oleh Belanda di berbagai industri khususnya industri gula. Tanggal 28 Pebruari 1852, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan staatsblad no 20 yang mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian pesawat uap yang pengawasannya diserahkan kepada lembaga Dienst Van Het Stoomwezen. Selanjutnya penggunaan mesin semakin meningkat dengan berkembangnya tekonologi dan perkembangan industri. Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerinrah Hindia Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan kerja yang dikenal dengan Veiligheid Regelement disingkat VR yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan penerapan K3 di Indonesia.
Perlindungan tenaga kerja dibidang keselamatan kerja di Indonesia juga telah mengarungi perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai lebih dari satu abad yang lalu. Usaha penanganan keselamatan kerja di Indonesia dimulai sejalan dengan pemakaian mesin uap untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang semula pengawasannya ditujukan untuk mencegah kebakaran. Pada mulanya pengaturan mengenai pesawat uap belum ditujukan untuk memberi perlindungan kepada tenaga kerja, karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat Belanda. Baru pada tahun 1852 untuk melindungi tenaga kerja di perusahaan yang memakai pesawat uap, ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pesawat uap, Reglement Omtrent Veiligheids Maatregelen bij het Aanvoeden van Stoom Werktuigen in Nederlands Indie (Stbl no.20 Thn......), yang mengatur tentang pelaksanaan keselamatan pemakaian pesawat uap dan perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap. Upaya peningkatan perlindungan dimaksud telah dilakukan dan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu, sejalan dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin, alat pesawat baru, bahan produksi yang diolah dan dipergunakan yang terus berkembang dan berubah. Di akhir abad ke 19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada beberapa pabrik. Sebagai akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi kecelakaan oleh karenanya maka pada tahun 1890 ditetapkan peraturan perundangan di bidang kelistrikan, yaitu Bepalingen Omtrent de Aanlog om het Gebruik van Geleidingen voor Electriciteits Verlichting en het Overbrengen van Kracht door Middel van Electriciteits in Nederlands Indie. Pada awal abad ke 20, sejalan dengan perkembangan di Eropa, Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai langkah perlindungan tenaga kerja dengan menerbitkan Veilegheids Reglement (Undang-undang Keselamatan) yang ditetapkan pada tahun 1905 Stbl. No.251, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1910 (Stbl. No.406). Undang-Undang yang terakhir ini, telah berlaku dalam waktu yang sangat lama, lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu, untuk mengawasi berbagai hal khusus, telah pula diterbitkan 12 peraturan khusus Direktur Pekerjaan Umum No. 119966/Stw Tahun 1910, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Stbl. No.406 Tahun 1910. Setelah itu diterbitkan pula ketentuan tentang Pengangkutan dengan Trem Dalam Jumlah yang Besar (Stbl. No.599 Tahun 1914). Pada tahun 1926 dilakukan perubahan atas beberapa pasal dari Burgerlijke Wetbook oud (KUH Perdata Lama) ke dalam KUH Perdata Baru, dimana dalam ketentuan baru dimaksud, perlindungan terhadap tenaga kerja dimuat dalam Buku III Titel tujuh A. Isinya mulai mengatur tentang kewajiban pengusaha untuk melindungi pekerjanya. Beberapa ketentuan itu telah mewajibkan kepada pengusaha agar pekerja yang tinggal bersamanya diberi kesempatan menikmati istirahat dari pekerjaannya dengan tidak dipotong upahnya (Pasal 1602u KUH Perdata). Kewajiban untuk mengatur pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pada hari minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat pekerja dibebaskan dari pekerjaannya (Pasal 1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan, piranti atau perkakas, menyuruh pekerja melakukan pekerjaan sedemikian rupa, agar melakukan pekerjaan dengan baik dan mengadakan aturan serta memberikan petunjuk, sehingga pekerja terlindungi jiwa, kehormatan dan harta bendanya. Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, pengusaha diwajibkan mengganti kerugian yang menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali karena keadaan memaksa atau kerugian tersebut sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dari pekerja sendiri (Pasal 1602w KUH Perdata). Pada tahun 1926 itu juga, dikeluarkan Hinder Ordonnantie (Undang-undang Gangguan), yang mengatur tentang gangguan perusahaan terhadap masyarakat sekelilingnya, disusul kemudian dengan Ketetapan Jalanan Kereta Api dan Trem (ABST Thn 1927, Stbl.1927 No.2 Thn 1927 dan No.415 Thn 1927, serta Peraturan Jalanan Kereta Api Trem, Stbl. No.20 Thn.1928). Sejak mulai digunakannya berbagai jenis dan konstruksi ketel uap modern dengan tekanan yang lebih tinggi, pada tahun 1930 pemerintah mengeluarkan Peraturan Uap (Stoom Verordening) (Stbl. No.225 Thn ....dan Stbl.No.339 Thn...), yang dirobah dengan Undang-Undang Uap (Stoom Ordonnantie) (Stbl. No.340 Thn......). Setelah itu dikeluarkan Loodwit Ordonnantie (Stbl.No. 509 Thn 1931), yang mengatur pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun yang digunakan perusahaan (pabrik cat, accu, percetakan dan lain-lain) dan dikeluarkan pula Vuurwerk Ordonnantie dan Vuurwerk Verodening (Stbl. no.143 Thn.1932 dan No.10 Thn 1933), yang mengatur pengawasan terhadap penggunaan petasan. Kemudian pada tahun 1938 dan 1939 berturut-turut dikeluarkan Industriebaan Ordonnantie dan Industriebaan Verodening(Stbl. No.595 Thn ...... dan No. 29 Thn ......) yaitu pengaturan terhadap jalan kereta api, loko dan gerbongnya yang dipergunakan sebagai alat pengangkut untuk kepentingan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan atau perdagangan selain jalan kereta api. Pada tahun 1940 diterbitkan Restributie Ordonnantie dan Restributie Verordening (Stbl. No.424 Thn.....dan Stbl. No.425 Thn 1940).
 
Monday, 28 November 2011 10:13
Dalam penerapan sistem manajemen K3, ‘bahaya’ adalah inti dari semua persoalan. Jenis bahaya, tingkat kemungkinan kecelakaan dan resikonya menentukan berbagai komponen lain dalam sistem seperti kebijakan, sasaran, kontrol operasional, sumber daya dan prosedur-prosedur yang dibutuhkan.
Bahaya bisa bermacam-macam dan bisa muncul dari berbagai sumber. Setiap jenis industri mempunyai bahaya-bahaya yang mungkin berbeda-beda. Meski begitu, beberapa kategori bahaya berikut adalah kategori yang umum ada, yang bisa menjadi panduan dasar dalam mengenali bahaya apa yang ada dalam setiap pekerjaan.
Bahaya fisika
Bahaya fisika adalah setiap gerakan dan setiap aliran enerji yang punya potensi merugikan manusia. Masuk dalam jenis bahaya ini adalah bahaya karena aliran listrik, bahaya mekanis peralatan, getaran, suara (yang memekakkan), enerji potensial gravitasi, panas dan radiasi.
Bahaya mekanik adalah bagian dari bahaya fisika yang disebabkan gerakan mekanis seperti putaran bagian dari mesin. Bahaya ini mudah diamati. Setiap ada gerakan dari mesin atau bagian dari mesin, entah linear ataupun radial, yang mempunyai kemungkinan kontak dengan pekerja, maka itulah bahaya, terlepas dari seberapa besar kemungkinan tersebut dan terlepas dari apakah mekanisma pencegahan kontak sudah diterapkan atau belum.
Bahaya kimia
Bahaya kimia adalah bahaya karena sifat dari bahan beberapa bahan kimia yang bisa merugikan pekerja. Bahaya kimia tidak bisa langsung diamati seperti bahaya mekanik. Harus tahu lebih dahulu sifat dari bahan kimia yang ada. Berbagai jenis solvent (pembersih pelarut), bensin, fumes (seperti pada proses pengelasan), partikulat asbestos, siliki adalah beberapa contoh jenis bahaya ini. Cara paling mudah untuk mengetahui apakah suatu bahan kimia berbahaya atau tidak adalah melihat MSDS (material safety datasheet) – yang menurut undang-undang harus ada pada setiap penyimpanan bahan kimia. Dari situ dapat diketahui sifat-sifat zat kimia (seperti mudah mengiritasi, mudah terbakar, mudah meledak, mudah menghasilkan oksigen, menimbulkan kanker dan lain-lain).
Bahaya biologis
Yang termasuk dalam bahaya biologis adalah hewan liar, kuman, virus, jamur. Bahaya jenis ini adalah bahaya yang umum di rumah sakit. Bahaya juga mungkin ada pada aktifitas penyediaan makanan / katering dan pada organisasi yang area operasionalnya memungkinkan masuknya hewan liar.
Bahaya rancang kerja
Bahaya ini muncul karena lemahnya perancangan cara kerja yang dapat mengakibatkan kerugian kesehatan dalam jangka waktu panjang. Pekerjaan yang dilakukan dengan sikap badan yang tidak netral secara terus menerus atau pembebanan terus menerus pada salah satu anggota badan adalah contoh dari jenis bahaya ini. Untuk dapat mengetahui bahaya-bahaya jenis ini diperlukan paling tidak tidak pengetahuan dasar tentang ergonomi dan sikap netral anggota badan.
Setelah mengenal Bahaya tentu tidak cukup hanya mengenal bahaya. Tahapan selanjutnya untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat adalah melakukan penilaian tingkat kemungkinan pekerja kontak dengan bahaya atau terkena bahaya dan tingkat keparahan yang diakibatkannya bila hal tersebut terjadi. Hasil akhirnya adalah penerapan kontrol operasional yang dibutuhkan, entah dengan penghilangan sama sekali bahaya, penggantian material, rekayasa teknik,  kontrol administratif dan/atau penggunaan alat pelindung diri.

Fakta ini penting bagi setiap organisasi yang ingin mencapai kinerja K3 yang baik: Pekerja berusida muda lebih rentan terhadap kecelakaan kerja. Penenilitan di Canada: karyawan baru, muda dan belum berpengalaman mengalami kecelakaan kerja 5 kali lebih banyak dari pekerja lain dalam 4 minggu pertama kerja.
Di Amerika serikait, didapati bahwa pekerja muda dengan usia dibawah 25 tahun mengalami kecelakaan kerja 2 kali lebih banyak dari pekerja yang lebih dewasa.
Mengapa pekerja muda lebih rentan terhadap kecelakaan? Beberapa faktor berikut diduga menjadi penyebabnya:
- Pengetahuan
- Keterampilan
- Pemahaman terhadap resiko keselamatan, aturan dan prosedur keselamatan
- Pengendalian diri
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab adalah kelelahan. Walaupun kelelahan dapat menjadi penyebab kecelakaan bagi semua usia, pekerja muda lebih berpotensi untuk lebih cepat mencapai kelelahan di tempat kerja karena kegiatan lain diluar pekerjaan seperti kehidupan sosial ‘anak muda’, sekolah malam sampai kemungkinan pekerjaan ganda. Alkohol dan obat-obatan juga tak bisa diabaikan sebagai faktor penyebab tingginya kecelakaan pekerja usia muda.

Pelatihan dan Supervisi bagi Pekerja Berusia Muda


Fakta di atas tentunya membuat para trainer yang memberikan pelatihan tentang K3 harus mempertimbangkan perhatian khusus kepada pekerja berusia muda. Trainer harus:
- Memberikan instruksi yang jelas tentang prosedur yang harus diikuti, termasuk tindakan-tindakan pencegahan kecelakaan. Trainer juga harus dapat menjelaskan secara logis dan mudah diterima mengapa prosedur dan tindakan-tindakan pencegahan diperlukan.
- Meminta pekerja muda untuk mengulangi setiap instruksi yang diberikan dan membuka diri untuk setiap pertanyaan.
- Mendemonstrasi bagaimana melakukan pekerjaan dengan cara yang benar dan aman, menggunakan alat pelindung diri yang diperlukan dan mengoperasikan mesin termasuk:
o penggunaan pelindung mesin,
o cara mengaktifkan dan mematikan mesin.
o Fitur-fitur darurat
o Cara mengumpan dan memindahkan material yang aman
o Cara melaporkan masalah mesin dan peralatan
- Meminta pekerja muda untuk mempraktekkan apa yang telah didmonstrasikan.
- Memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukan

Pengawasan dan keteladanan

Pengawasan dan keteladanan memegang peranan penting untuk membangun kesadaran, terlebih bagi pekerja muda dengan kesadaran yang masih sangat ‘mentah’. Pengawasan perlu diberikan pada beberapa bulan pertama. Pengawasan untuk membangun kesadaran juga harus disertai dengan memberikan umpan balik yang membangun sambil secara terus menerus menjelaskan alasan-alasan logis pentingnya bekerja dengan cara yang benar dan aman. Keteladanan tentu juga menjadi keharusan. Tak akan bisa membangun kesadaran untuk melakukan suatu hal bila atasan pekerja dan juga pekerja senior melakukan hal yang lain.

Mengembangkan kesadaran K3 pada setiap karyawan tidak cukup dengan satu dua kali briefing K3, setumpuk prosedur dan aturan kerja, bahkan tak cukup dengan penggunaan kekuasaan yang berupa ancaman dan hukuman. Kesadaran adalah masalah kepercayaan dan nilai-nilai yang ada dalam kepala, yang merubahnya jauh lebih sulit dari merubah bentuk baja. bentuk-bentuk pemaksaan bisa merubah apa yang dilakukan, tapi tidak bisamerubah apa yang ada dalam pikiran.

Pengembangan kesadaran K3, sama dengan kesadaran untuk untuk lain, membutuhkan proses persuasi rasional dan pembentukan kesan pentingnya nilai-nilai yang ingin dikembangkan.Disinilah peran kunci setiap atasan, mulai dari line manajer sampai pucuk  pimpinan. Peran tersebut dapat dijabarkan dalam 5 peran kunci setiap atasan dalam pengembangan kesadaran K3.

Memberi Pesan berkelanjutan Yang penting selalu diulang-ulang. Yang tidak penting hanya muncul sekali lalu hilang. Begitu panduan praktis orang televisi. Bahkan bila pada dasarnya berita kurang penting, orang televisi mampu merubahnya menjadi penting dengan mengulangi dan mengulangi berita.Panduan tersesbut harus berlaku juga bagi seorang atasan. Pengulangan pesan-pesan secara persuasif tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara terus menerus akan membawa dampak meningkatnya skala kepentingan  K3 didalam pikiran setiap karyawan.

Memberi Keteladanan Ing ngarso sung tulodo. Didepan memberi keteladanan, perilaku baku seorang pemimpin. Contoh nyata selaras pesan kata akan membuat pemahaman yang abstrak menjadi pesan visual yang lebih berkesan. Sebaliknya, 1 kali contoh keliru akan menghancurkan ribuan kali pesan kata.

Memberi dukungan, Selalu ada hambatan dalam menerapkan kesadaran K3 yang baru terbentuk. Pemberian dukungan bukan hanya menghindari kembalinya cara lama dilakukan, tetapi sekaligus - sekali lagi - penyampaian pentingnya K3. Dengan memberi dukungan, mencari solusi bersama untuk mengatasi hambatan dalam  penerapan cara kerja yang aman, seorang manajer seolah berkata, 'Ini penting buat kamu, saya dan kita semua. Itu makanya kita semua siap membantu.

Melakukan Pemantauan, Pesan yang disampaikan bisa salah diterima. Itu potensi kegagalan komunikasi umum yang harus dicermati. Maka pemantauan dimaksudkan untuk memberi umpan balik apakah pesan yang diterima seusai dengan yang dimaksud? Apakah sudah cukup tertanam dalam pikiran karyawan? Pemantauan juga memungkinkan masalah teridentifikasi secara dini, mencegah kekeruhan sampai kemuara, dimana perbaikan sudah terlambat untuk dilakukan.

Memberi  penghargaan, Kita bisa' adalah pesan utama yang sampai kepada karyawan ketika seorang atasan memberinya penghargaan atas suatu keberhasilan. Keberhasilan, walaupun kecil, bisa membangkitkan kepercayaan diri dan tekad yang lebih besar untuk mencapai keberhasilan selanjutnya. Perhatian akan keberhasilan, memberi selamat dan penghargaan atas keberhasilan suatu tahapan penerapan sistem manajemen K3, penerapan cara kerja kerja  juga mengandung pesan yang jelas bahwa atasan dan pihak manajemen menganggap hal tersebut penting bagi semua karyawan dan bagi perusahaan.

PENGERTIAN K3 MENURUT PARA AHLI
Para ahli mereka mempunyai perbedaan alasan dalam kesehatan dan keselamatan bekerja. Yaitu sebegai berikut :

Menurut Mangkunegara (2002, p.163)

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Menurut Suma’mur (2001, p.104)

keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.





Menurut Simanjuntak (1994)

Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.



Mathis dan Jackson (2002, p. 245)

Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.


Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6)

Mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

Jackson (1999, p. 222)

Menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deep Drawing

Kata Bijak Para Filsuf