K3 UMUM
SEJARAH K3
Sejak zaman purba pada awal kehidupan
manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja
mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka. Dengan akal
pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat
mencegah kecelakaan secara preventif. Kesadaran umat manusia terhadap
keselamatan kerja telah mulai ada sejak jaman pra-sejarah. Ditemukan tulisan tertua
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berasal dari jaman manusia
pra-sejarah di jaman batu dan goa (paleolithic dan neolithic), ketika itu
manusia telah mulai membuat kapak dan tombak untuk berburu. Kemudian bangsa
Babylonia pada dinasti Summeri (Irak) membuat disain pegangan dan sarung kapak,
membuat tombak yang mudah untuk digunakan agar tidak membahayakan pemakainya
serta pembawanya menjadi aman. Selain itu mereka juga telah mulai membuat
saluran air dari batu untuk sanitasi. Kurang lebih 1700 tahun sebelum masehi,
Hamurabi, raja Babylonia, telah mengatur dalam Code Hamurabi, apabila suatu
bangunan rumah roboh karena tidak dibangun dengan baik dan menimpa orang, maka
pemilik bangunan tersebut akan dihukum. Demikian pula pada jaman Mozai, lebih
kurang lima abad setelah Hamurabi, telah ada ketentuan bahwa ahli bangunan
bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjaanya. Pada waktu
itu telah ada kewajiban untuk memasang pagar pengaman pada setiap sisi luar
atap rumah. Sekitar 80 tahun sesudah Masehi, Plinius seorang ahli Encyclopedia
bangsa Roma, mensyaratkan agar para pekerja tambang memakai tutup hidung. Pada
tahun 1450, Dominico Fontana yang diserahi tugas membangun obelisk ditengah
lapangan St.Pieter Roma, selalu menyarankan agar para pekerja memakai topi
baja. Pemahaman atas kesehatan kerja yang paling tua ditemukan pada bangsa
Mesir, ketika Ramses II pada tahun 1500 sebelum Masehi, membangun terusan dari
mediterania ke laut merah dan juga ketika membangun Rameuseum. Saat itu Ramses
II menyediakan tabib untuk menjaga kesehatan para pekerjanya. Pada tahun 460
sebelum Masehi, Hippocrates menemukan penyakit tetanus di kapal yang sedang
mengangkutnya berlayar. Pemahaman mengenai pentingnya kesehatan kerja secara
khusus, dimulai pada abad ke 16 oleh Paracelsus dan Agricola. Paracelsus pada
jaman renaissance mulai memperkenalkan penyakit yang menimpa para pekerja
tambang. Keduanya menguraikan mengenai pekerjaan dalam tambang, cara mengolah
biji tambang dan penyakit yang diderita oleh para pekerja. Keduanya telah mulai
melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit akibat kerja. Agricola misalnya,
telah menganjurkan penggunaan ventilasi dan tutup muka yang longgar. Paracelus
lebih banyak menguraikan tentang bahan-bahan kimia, sehingga dia dianggap
sebagai bapak toksikologi modern. Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari
Universitas Modena di Italia, dianggap sebagai bapak kesehatan kerja. Beliau
yang pertama menguraikan hubungan berbagai macam penyakit dengan jenis
pekerjaannya. Ramazzini menganjurkan agar seorang dokter dalam memeriksa
pasien, selain menanyakan riwayat penyakitnya, juga harus menanyakan pekerjaan
pasien dimaksud. Ramazzini menulis mengenai kaitan antara penyakit yang
diderita seorang pasien dengan pekerjaannya. Mengamati bahwa para dokter pada
waktu itu jarang mempunyai perhatian terhadap hubungan antara pekerjaan dan
penyakit. Oleh Ramazzini mulai mengembangkan ilmu kedokteran dari sudut pandang
ilmu sosial (Socio medicine).Ia juga menemukan bahwa terdapat dua kelompok
besar penyebab penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang terkandung di dalam
bahan yang digunakan kertika bekerja dan adanya gerakan janggal yang dilakukan
oleh pekerja ketika bekerja (ergonomic factor). Dalam perkembangannya kemudian
sejak tahun 1925 pemeriksaan kesehatan tenaga kerja telah digunakan sebagai
titik awal bagi upaya perlindungan keselamatan kerja dari aspek kesehatan
tenaga kerja. Pada masa revolusi industri, di Inggris banyak terjadi kecelakaan
kerja yang membawa korban. Pada waktu itu para pengusaha beranggapan bahwa
kecelakaan yang menimbulkan penderitaan dan kerugian bagi pekerja, merupakan
bagian dari resiko pekerjaan yang harus ditanggung sendiri oleh para pekerja.
Bagi pengusaha kehilangan pekerjaan karena kecelakaan akan akan mudah diatasi, menggantinya
dengan pekerja baru. Keadaan yang tidak adil ini telah menimbulkan kesadaran
masyarakat bahwa hal itu tidak sesuai dengan asas perikemanusiaan, karena
kecelakaan dan pengorbanan pekerja dalam hubungan kerja yang terus dibiarkan,
pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak manusiawi. Kesadaran masyarakat yang
berkembang ini, mebuka peluang dan mendorong pekerja untuk menuntut
perlindungan, dengan meminta agar pengusaha melakukan tindakan pencegahan dan
menaggulangi kecelakaan yang terjadi. Sejak itu, bagi pekerja yang mengalami
kecelakaan dilakukan perawatan. Pada tahun 1911, di Amerika Serikat
diberlakukan Undang-Undang Kerja (Works Compensation Law) yang antara lain
mengatur bahwa setiap kecelakaan kerja yang terjadi, baik akibat kesalahan
tenaga kerja atau tidak, yang bersangkutan akan mendapat ganti rugi jika hal
itu terjadi dalam pekerjaan. Undang-Undang ini merupakan permulaan usaha
pencegahan kecelakaan yang lebih terarah. Hal yang sama kemudian diberlakukan
pula di Inggris. Selanjutnya pada tahun 1931 H.W.Heinrich dalam bukunya
Industrial Accident Prevention, menulis tentang upaya pencegahan kecelakaan di
perusahaan, tulisan itu kemudian dianggap merupakan permulaan sejarah baru bagi
semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir secara modern.
Prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich merupakan dasar-dasar program
keselamatan kerja yang berlaku hingga saat ini.
Selama pekerjaan masih dikerjakan secara
perseorangan atau dalam kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit,
sifat demikian segera berubah, tatkala revolusi industri dimulai, yakni sewaktu
umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu
pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis.
Penerapan ilmu pengetahuan tersebut
dimulai pada abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk
keperluakn industri. Tenaga uap sangat bermanfaat bagi dunia industri, namun
pemanfaatannya juga mengandung resiko terhadap peledakan karena adanya tekanan.
Kurang lebih tahun 1700 sm. Raja
Hamurabi dari kerajaan Babylonia dalam kitab undang-undangnya menyatakan bahwa:
” Bila seorang ahli banguanan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannya
tidak dilaksanakan dengan baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik
rumah hingga mati, maka ahli bangunan tersebut dibunuh” . Hippocrates,ahli
fisika Yunani yang terkenal,disebut sebagai bapak pengobatan. Sekitar tahun 400
SM dia berusaha menangani tetanus,membantu memeriksa wabah di sekitar
Athena,serta memberikan panduan perawatan cidera di kepala yang disebabkan
kecelakaan. Selama awal Abad Pertengahan berbagai bahaya
diidentifikasi,termasuk efek-efek paparan timbal dan mercury,kebakaran dalam
ruang terbatas,serta kebutuhan alat pelindung perorangan. Namun demikian,tidak
ada standard atau persyaratan keselamatan yang terorganisasi dan ditetapkan
pada saat itu. Para pekerja biasanya pengrajin independen atau bagian dari toko
atau pertanian keluarga dan bertanggung jawab sendiri untuk
keselamatan,kesehatan dan kesejahteraannya.ØSelanjutnya menyusul revolusi listrik,
revolusi tenaga atom dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi
yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Disamping manfaat tersebut,
pemanfaatan teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bentuk resiko terhadap
kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tentang upaya K3 ebagai
gambaran sejarah K3.
Tahun 1450 Dominico Fontana diserahi
tugas membangun obelisk ditengah lapangan St. Pieter Roma. Ia selalu
mensyaratkan agar para pekerja memakai topi baja. Peristiwa-peristiwa sejarah
tersebut menggambarkan bahwa masalah K3 manusia pekerja menjadi perhatian para
ahli waktu itu.Sejak revolusi industri di Inggris dimana banyak terjadi
kecelakaan, dan banyak membawa korban, para pengusaha pada waktu itu
berpendapat bahwa hal tersebut adalah bagian dan resiko pekerjaan dan
penderitaan para korban, karena bagi pengusaha sendiri, hal tersebut dapat
dengan mudah ditanggulangi dengan jalan memperkerjakan tenaga baru. Akhirnya
banyak orang berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan apalagi tanpa
gantgi rugi bagi korban dianggap tidak manusiawi. Para pekerja mendesak
pengusaha untuk mngambil langkah-langkah yang positif untuk menanggulangi
masalah tersebut. Yang diusahakan pertama-tama ialah memberikan perawatan
kepada para korban dimana motifnya berdasarkan peri kemanusiaan.Ø Leih kurang
80 tahun sesudah masehi, Plinius seoarang ahli Encyclopedia bangsa Roma
mensyaratkan agar para pekerja tambang diharuskan memakai tutup hidung. Ø Zaman Mozai
lebih kurang 5 abad setelah Hamurabi, dinyatakan bahwa ahli bangunan
bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dengan
menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. ØJadi aspek
keselamatan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak
zaman dahulu kala meski pendekatannya adalah dengan memaksa.
Di Inggris pada mulanya aturan perundangan
yang hampir sama telah diberlakukan, namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan
tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika terbukti bahwa
kecelakaan yang terjadi adalah akibat kesalahan atau kelalaian si korban maka
ganti rugi tidak akan diberikan. Karena para pekerja berada pada posisi yang
lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu
merugikan korban. Akibatnya peraturan perundangan tersebut diubah tanpa
memandang apakah si korban salah atau tidak.
Berlakunya perundangan tersebut dianggap
sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja, yang membawa angin segar
dalam usaha pencegahan kecelakaan industri. HW. Heinrich dalam bukunya yang
terkenal ”Industri Accident Prevention ”(1931), dianggap sebagai suatu titik
awal, yang bersejarah bagi semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir
secara terarah. Pada hakekatnya, prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich di
tahun 1931 adalah merupakan unsur dasar bagi program keselamatan kerja yang
berlaku saat ini.
Sejarah K3 Indonesia
Usaha K3 di Indonesia dimulai tahun 1847
ketika mulai dipakainya mesin uap oleh Belanda di berbagai industri khususnya
industri gula. Tanggal 28 Pebruari 1852, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
staatsblad no 20 yang mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian pesawat uap
yang pengawasannya diserahkan kepada lembaga Dienst Van Het Stoomwezen.
Selanjutnya penggunaan mesin semakin meningkat dengan berkembangnya tekonologi
dan perkembangan industri. Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Stbl no 521
pemerinrah Hindia Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan kerja yang
dikenal dengan Veiligheid Regelement disingkat VR yang kemudian disempurnakan
pada tahun 1930 sehingga terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi
landasan penerapan K3 di Indonesia.
Perlindungan tenaga kerja dibidang
keselamatan kerja di Indonesia juga telah mengarungi perjalanan sejarah yang
panjang, telah dimulai lebih dari satu abad yang lalu. Usaha penanganan
keselamatan kerja di Indonesia dimulai sejalan dengan pemakaian mesin uap untuk
keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang semula pengawasannya ditujukan untuk
mencegah kebakaran. Pada mulanya pengaturan mengenai pesawat uap belum
ditujukan untuk memberi perlindungan kepada tenaga kerja, karena hal itu bukan
merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat Belanda. Baru pada tahun 1852
untuk melindungi tenaga kerja di perusahaan yang memakai pesawat uap,
ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pesawat uap, Reglement Omtrent
Veiligheids Maatregelen bij het Aanvoeden van Stoom Werktuigen in Nederlands
Indie (Stbl no.20 Thn......), yang mengatur tentang pelaksanaan keselamatan
pemakaian pesawat uap dan perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap. Upaya
peningkatan perlindungan dimaksud telah dilakukan dan terus ditingkatkan dari
waktu ke waktu, sejalan dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin, alat
pesawat baru, bahan produksi yang diolah dan dipergunakan yang terus berkembang
dan berubah. Di akhir abad ke 19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada
beberapa pabrik. Sebagai akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak
terjadi kecelakaan oleh karenanya maka pada tahun 1890 ditetapkan peraturan
perundangan di bidang kelistrikan, yaitu Bepalingen Omtrent de Aanlog om het
Gebruik van Geleidingen voor Electriciteits Verlichting en het Overbrengen van
Kracht door Middel van Electriciteits in Nederlands Indie. Pada awal abad ke
20, sejalan dengan perkembangan di Eropa, Pemerintah Hindia Belanda kemudian
mengadakan berbagai langkah perlindungan tenaga kerja dengan menerbitkan
Veilegheids Reglement (Undang-undang Keselamatan) yang ditetapkan pada tahun
1905 Stbl. No.251, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1910 (Stbl. No.406).
Undang-Undang yang terakhir ini, telah berlaku dalam waktu yang sangat lama,
lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu, untuk mengawasi berbagai hal
khusus, telah pula diterbitkan 12 peraturan khusus Direktur Pekerjaan Umum No.
119966/Stw Tahun 1910, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Stbl. No.406
Tahun 1910. Setelah itu diterbitkan pula ketentuan tentang Pengangkutan dengan
Trem Dalam Jumlah yang Besar (Stbl. No.599 Tahun 1914). Pada tahun 1926
dilakukan perubahan atas beberapa pasal dari Burgerlijke Wetbook oud (KUH
Perdata Lama) ke dalam KUH Perdata Baru, dimana dalam ketentuan baru dimaksud,
perlindungan terhadap tenaga kerja dimuat dalam Buku III Titel tujuh A. Isinya
mulai mengatur tentang kewajiban pengusaha untuk melindungi pekerjanya.
Beberapa ketentuan itu telah mewajibkan kepada pengusaha agar pekerja yang
tinggal bersamanya diberi kesempatan menikmati istirahat dari pekerjaannya
dengan tidak dipotong upahnya (Pasal 1602u KUH Perdata). Kewajiban untuk
mengatur pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pada hari minggu dan hari-hari
yang menurut kebiasaan setempat pekerja dibebaskan dari pekerjaannya (Pasal
1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan,
piranti atau perkakas, menyuruh pekerja melakukan pekerjaan sedemikian rupa,
agar melakukan pekerjaan dengan baik dan mengadakan aturan serta memberikan
petunjuk, sehingga pekerja terlindungi jiwa, kehormatan dan harta bendanya.
Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, pengusaha diwajibkan mengganti kerugian yang
menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali karena keadaan memaksa
atau kerugian tersebut sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dari pekerja
sendiri (Pasal 1602w KUH Perdata). Pada tahun 1926 itu juga, dikeluarkan Hinder
Ordonnantie (Undang-undang Gangguan), yang mengatur tentang gangguan perusahaan
terhadap masyarakat sekelilingnya, disusul kemudian dengan Ketetapan Jalanan
Kereta Api dan Trem (ABST Thn 1927, Stbl.1927 No.2 Thn 1927 dan No.415 Thn
1927, serta Peraturan Jalanan Kereta Api Trem, Stbl. No.20 Thn.1928). Sejak
mulai digunakannya berbagai jenis dan konstruksi ketel uap modern dengan
tekanan yang lebih tinggi, pada tahun 1930 pemerintah mengeluarkan Peraturan
Uap (Stoom Verordening) (Stbl. No.225 Thn ....dan Stbl.No.339 Thn...), yang
dirobah dengan Undang-Undang Uap (Stoom Ordonnantie) (Stbl. No.340 Thn......).
Setelah itu dikeluarkan Loodwit Ordonnantie (Stbl.No. 509 Thn 1931), yang
mengatur pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun yang digunakan
perusahaan (pabrik cat, accu, percetakan dan lain-lain) dan dikeluarkan pula
Vuurwerk Ordonnantie dan Vuurwerk Verodening (Stbl. no.143 Thn.1932 dan No.10
Thn 1933), yang mengatur pengawasan terhadap penggunaan petasan. Kemudian pada
tahun 1938 dan 1939 berturut-turut dikeluarkan Industriebaan Ordonnantie dan
Industriebaan Verodening(Stbl. No.595 Thn ...... dan No. 29 Thn ......) yaitu
pengaturan terhadap jalan kereta api, loko dan gerbongnya yang dipergunakan
sebagai alat pengangkut untuk kepentingan perusahaan pertanian, kehutanan,
pertambangan, kerajinan atau perdagangan selain jalan kereta api. Pada tahun
1940 diterbitkan Restributie Ordonnantie dan Restributie Verordening (Stbl.
No.424 Thn.....dan Stbl. No.425 Thn 1940).
Monday, 28 November 2011 10:13
Bahaya bisa bermacam-macam dan bisa muncul dari berbagai sumber.
Setiap jenis industri mempunyai bahaya-bahaya yang mungkin berbeda-beda. Meski
begitu, beberapa kategori bahaya berikut adalah kategori yang umum ada, yang
bisa menjadi panduan dasar dalam mengenali bahaya apa yang ada dalam setiap
pekerjaan.
Bahaya fisika
Bahaya fisika adalah setiap gerakan dan setiap aliran enerji yang
punya potensi merugikan manusia. Masuk dalam jenis bahaya ini adalah bahaya
karena aliran listrik, bahaya mekanis peralatan, getaran, suara (yang
memekakkan), enerji potensial gravitasi, panas dan radiasi.
Bahaya mekanik adalah bagian dari bahaya fisika yang disebabkan
gerakan mekanis seperti putaran bagian dari mesin. Bahaya ini mudah diamati.
Setiap ada gerakan dari mesin atau bagian dari mesin, entah linear ataupun radial,
yang mempunyai kemungkinan kontak dengan pekerja, maka itulah bahaya, terlepas
dari seberapa besar kemungkinan tersebut dan terlepas dari apakah mekanisma
pencegahan kontak sudah diterapkan atau belum.
Bahaya kimia
Bahaya biologis
Bahaya rancang kerja
Bahaya ini muncul karena lemahnya perancangan cara kerja yang
dapat mengakibatkan kerugian kesehatan dalam jangka waktu panjang. Pekerjaan
yang dilakukan dengan sikap badan yang tidak netral secara terus menerus atau
pembebanan terus menerus pada salah satu anggota badan adalah contoh dari jenis
bahaya ini. Untuk dapat mengetahui bahaya-bahaya jenis ini diperlukan paling
tidak tidak pengetahuan dasar tentang ergonomi dan sikap netral anggota badan.
Setelah mengenal Bahaya tentu tidak cukup hanya mengenal bahaya.
Tahapan selanjutnya untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat adalah
melakukan penilaian tingkat kemungkinan pekerja kontak dengan bahaya atau
terkena bahaya dan tingkat keparahan yang diakibatkannya bila hal tersebut
terjadi. Hasil akhirnya adalah penerapan kontrol operasional yang dibutuhkan,
entah dengan penghilangan sama sekali bahaya, penggantian material, rekayasa
teknik, kontrol administratif dan/atau penggunaan alat pelindung diri.
Di
Amerika serikait, didapati bahwa pekerja muda dengan usia dibawah 25 tahun
mengalami kecelakaan kerja 2 kali lebih banyak dari pekerja yang lebih dewasa.
Mengapa
pekerja muda lebih rentan terhadap kecelakaan? Beberapa faktor berikut diduga
menjadi penyebabnya:
- Pengetahuan
- Keterampilan
- Pemahaman terhadap
resiko keselamatan, aturan dan prosedur keselamatan
- Pengendalian diri
Faktor
lain yang diduga menjadi penyebab adalah kelelahan. Walaupun kelelahan dapat
menjadi penyebab kecelakaan bagi semua usia, pekerja muda lebih berpotensi
untuk lebih cepat mencapai kelelahan di tempat kerja karena kegiatan lain
diluar pekerjaan seperti kehidupan sosial ‘anak muda’, sekolah malam sampai
kemungkinan pekerjaan ganda. Alkohol dan obat-obatan juga tak bisa diabaikan
sebagai faktor penyebab tingginya kecelakaan pekerja usia muda.
Pelatihan dan Supervisi bagi Pekerja Berusia Muda
Fakta di atas tentunya membuat para trainer yang memberikan
pelatihan tentang K3 harus mempertimbangkan perhatian khusus kepada pekerja
berusia muda. Trainer harus:
- Memberikan instruksi
yang jelas tentang prosedur yang harus diikuti, termasuk tindakan-tindakan
pencegahan kecelakaan. Trainer juga harus dapat menjelaskan secara logis dan
mudah diterima mengapa prosedur dan tindakan-tindakan pencegahan diperlukan.
- Meminta pekerja muda
untuk mengulangi setiap instruksi yang diberikan dan membuka diri untuk setiap
pertanyaan.
- Mendemonstrasi
bagaimana melakukan pekerjaan dengan cara yang benar dan aman, menggunakan alat
pelindung diri yang diperlukan dan mengoperasikan mesin termasuk:
o penggunaan pelindung
mesin,
o cara mengaktifkan
dan mematikan mesin.
o Fitur-fitur darurat
o Cara mengumpan dan
memindahkan material yang aman
o Cara melaporkan
masalah mesin dan peralatan
- Meminta pekerja muda
untuk mempraktekkan apa yang telah didmonstrasikan.
- Memperbaiki setiap
kesalahan yang dilakukan
Pengawasan dan keteladanan
Pengawasan dan keteladanan memegang peranan penting untuk
membangun kesadaran, terlebih bagi pekerja muda dengan kesadaran yang masih
sangat ‘mentah’. Pengawasan perlu diberikan pada beberapa bulan pertama.
Pengawasan untuk membangun kesadaran juga harus disertai dengan memberikan
umpan balik yang membangun sambil secara terus menerus menjelaskan
alasan-alasan logis pentingnya bekerja dengan cara yang benar dan aman.
Keteladanan tentu juga menjadi keharusan. Tak akan bisa membangun kesadaran
untuk melakukan suatu hal bila atasan pekerja dan juga pekerja senior melakukan
hal yang lain.
Pengembangan kesadaran K3, sama dengan kesadaran untuk untuk lain, membutuhkan proses persuasi rasional dan pembentukan kesan pentingnya nilai-nilai yang ingin dikembangkan.Disinilah peran kunci setiap atasan, mulai dari line manajer sampai pucuk pimpinan. Peran tersebut dapat dijabarkan dalam 5 peran kunci setiap atasan dalam pengembangan kesadaran K3.
Memberi Pesan berkelanjutan Yang penting selalu diulang-ulang. Yang tidak penting hanya muncul sekali lalu hilang. Begitu panduan praktis orang televisi. Bahkan bila pada dasarnya berita kurang penting, orang televisi mampu merubahnya menjadi penting dengan mengulangi dan mengulangi berita.Panduan tersesbut harus berlaku juga bagi seorang atasan. Pengulangan pesan-pesan secara persuasif tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara terus menerus akan membawa dampak meningkatnya skala kepentingan K3 didalam pikiran setiap karyawan.
Memberi Keteladanan Ing ngarso sung tulodo. Didepan memberi keteladanan, perilaku baku seorang pemimpin. Contoh nyata selaras pesan kata akan membuat pemahaman yang abstrak menjadi pesan visual yang lebih berkesan. Sebaliknya, 1 kali contoh keliru akan menghancurkan ribuan kali pesan kata.
Memberi dukungan, Selalu ada hambatan dalam menerapkan kesadaran K3 yang baru terbentuk. Pemberian dukungan bukan hanya menghindari kembalinya cara lama dilakukan, tetapi sekaligus - sekali lagi - penyampaian pentingnya K3. Dengan memberi dukungan, mencari solusi bersama untuk mengatasi hambatan dalam penerapan cara kerja yang aman, seorang manajer seolah berkata, 'Ini penting buat kamu, saya dan kita semua. Itu makanya kita semua siap membantu.
Melakukan Pemantauan, Pesan yang disampaikan bisa salah diterima. Itu potensi kegagalan komunikasi umum yang harus dicermati. Maka pemantauan dimaksudkan untuk memberi umpan balik apakah pesan yang diterima seusai dengan yang dimaksud? Apakah sudah cukup tertanam dalam pikiran karyawan? Pemantauan juga memungkinkan masalah teridentifikasi secara dini, mencegah kekeruhan sampai kemuara, dimana perbaikan sudah terlambat untuk dilakukan.
Memberi penghargaan, Kita bisa' adalah pesan utama yang sampai kepada karyawan ketika seorang atasan memberinya penghargaan atas suatu keberhasilan. Keberhasilan, walaupun kecil, bisa membangkitkan kepercayaan diri dan tekad yang lebih besar untuk mencapai keberhasilan selanjutnya. Perhatian akan keberhasilan, memberi selamat dan penghargaan atas keberhasilan suatu tahapan penerapan sistem manajemen K3, penerapan cara kerja kerja juga mengandung pesan yang jelas bahwa atasan dan pihak manajemen menganggap hal tersebut penting bagi semua karyawan dan bagi perusahaan.
PENGERTIAN
K3 MENURUT PARA AHLI
Para ahli mereka mempunyai perbedaan alasan dalam kesehatan
dan keselamatan bekerja. Yaitu sebegai berikut :
Menurut Mangkunegara (2002, p.163)
Menurut Mangkunegara (2002, p.163)
Kesehatan
dan keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001, p.104)
keselamatan
kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan
suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994)
Keselamatan
kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja
yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,
dan kondisi pekerja.
Keselamatan
adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik
seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6)
Mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222)
Menjelaskan
bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi
fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan
kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Komentar
Posting Komentar