Kekinian



Pernah mendengar kata “hidup itu pilihan, tidak memilihpun itu sebuah pilihan” tapi tahu kah kalian bahwa terkadang dalam memilih bukan kita yang memilih, mengapa? Coba tanyakan pada kondisi saat kalian memilih. Berbagai cerita mereka katakan tentang pilihanmu bahkan dapat berupa hinaan, kekecewaan, ketidak percayaan, barangkali mereka hanya mengenal namamu tanpa mengetahui makna dari nama mu. Apakah kalian sering mendiskusikannya dengan Sang Pencipta? Seberapa besar keputusan yang akan diambil seperti itulah takaran keberhasilan dan kegagalannya, semakin banyak pertimbangan katanya akan semakin besar peluang keberhasilan dan kegagalan dapat diperkecil. Bukankah malah sebaliknya semakin banyak pertimbangan akan membuatmu semakin larut dalam kebimbangan, bisa jadi tidak sesuai dengan keinginan. Seperti itulah kita, selalu mengharapkan keberhasilan tapi takut menghadapi kegagalan. Lebih baik dikerjakan dan itu gagal dari pada tidak dikerjakan dan itu juga gagal, terdengar seperti membakar semangat untuk melakukan tapi seringkali itu hanya sesaat ketika sedang mendengarkan setelah itu hilang seperti tertiup angin. Hidupmu memang perlu beritme karena motonon pasti membosankan untuk saat ini, iya saat ini sebab masa depanmu hanya akan diisi oleh pola hidup yang sama dari hari ke hari, tidak percaya? Tanpa sadar kita digiring ke dalam dunia penuh pengharapan di masa depan yaitu dunia yang kata mereka nikmat, Ekspektasi mulai membesar. Bualan – bualan mereka mulai merasuki pikiranmu yang masih minim pengalaman meskipun terkadang dari kita sudah ada berfikir besar untuk menjadi orang besar kedepannya.
Diktat – diktat tebal, kertas – kertas A4, pena, leptop, printer, dan sebagainya adalah modal kita berjudi dengan masa depan seperti ekspektasi untuk sukses karena itu kita berada di tempat ini. Sadarkah kita adalah aset orang tua? Akankah kita menyianyiakan harapannya?
Sejak menginjakan kaki di tempat ini kalian sudah berjudi, bukankah setelah ini kalian ingin mengumpulkan pundi – pundi uang padahal itu bisa didapatkan tanpa harus ke tempat ini yang notabene akan menghabiskan waktumu, itulah pilihanmu atau mungkin pilihan orang tuamu. Seiring berjalannya waktu banyak variabel – variabel yang mengganggu kesuksesanmu, untuk kesekian kalinya pilihan itu dibutuhkan. Beruntunglah mereka yang memiliki dasar organisasi karena dapat dengan cepat menyesuaikan dirinya untuk hidup di dunia kampus yang dipenuhi kehidupan organisasi. Kalian apa? Organisasi pun tidak kalian tahu itu apa, apalagi niat untuk bergabung pasti tak ada. “Kalian masuk ke sini untuk apa? Pasti untuk kuliah bukan untuk berorganisasi. Jadi fokuslah sama kuliahnya kalian” kata – kata yang sering dilontarkan bapak dan ibu dosen kepada mereka yang masih baru di tempat ini. Ketika mendapatkan situasi seperti ini apa yang akan kalian lakukan? Mereka yang pintar tentu memilih untuk fokus berakademik karena memang tujuannya kuliah untuk menuntut ilmu di bidang yang mereka pilih.
Dimana mereka yang tidak pintar? Apakah berorganisasi? Atau ikut fokus berakademik? mungkin mereka ada di keduanya. Sekali lagi pilihan itu menentukan seperti apa dirimu kedepannya karena kata kebanyakan orang seperti apa kita di masa depan tergantung apa yang kita kerjakan hari ini tapi bisa jadi itu terbantahkan dengan keberhasilan pengusaha - pengusaha sukses karena kebanyakan dari mereka bukan orang dengan pendidikan tinggi atau memiliki uang berlimpah. Mereka tidak pernah berfikir akan sesukses itu di masa depan, barangkali takdir mereka yang memang ingin menjadi kaya. Di era sekarang ketika teman - teman masih berfikir akan sukses tanpa pendidikan dan mengharapkan takdir seperti mereka yang sukses mungkin saat itu teman - teman telah mati.


Di era modern ini ketika teman – teman tidak memiliki ijasah minimal SMA bukan tidak mungkin kita hanya menjadi penikmat tidur, makan dan penghabis uang orang tua atau bahasa kerennya pengangguran, memiliki pendidikan tinggi pun bukan menjadi jaminan bahwa kita akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah setelah lulu. Coba lihat berapa jumlah wisudawan yang dihasilkan perguruan tinggi tiap tahun dengan jumlah lapangan kerja yang ada di negara kita ini. Sebandingkah dengan jumlah penduduk yang sudah memasuki usia produktif? Tentu teman – teman akan menjawab tidak, lantas apa yang harus dilakukan? Penduduk indonesia sendiri belum terwadahi untuk urusan pekerjaan ditambah lagi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di mana barang dan jasa masyarakat asia tenggara bebas masuk ke Negara kita ini.
Kembali ke dunia kampus dengan segala dinamikanya, berlembaga mungkin dapat membuka mata dan fikiran tentang dunia kerja seperti apa karena berlembaga teman – teman dapat terbiasa dengan kondisi rapat, berbicara di depan orang banyak, dan lain – lainnya seperti yang akan dialami ketika bekerja. Terus apa yang salah dengan mereka yang berlembaga? Mengapa pergerakannya dibatasi? Bukankah lembaga dan birokrasi saling membutuhkan? Barangkali mahasiswa berlembaga membuat mereka yang duduk di sana menjadi sedikit terusik, padahal mahasiswa yang berlembaga tidak akan mengusik ketika apa yang mereka lihat, dengar itu tidak ada penyimpangan. Jika seperti itu bisa jadi ada yang tidak beres dengan mereka dan sekarang kita hanya diam untuk sesuatu yang sudah jelas tidak benar, KENAPA? Ancaman D.O? tidak ada satu mahasiswa pun yang menginginkan hal tersebut dan untuk mengeluarkan mahasiswa dari perguruan tinggi itu bukan perkara mudah ketika teman – teman tidak melakukan pelanggaran, mengapa kalian yang berlembaga ditakuti karena sebelum bertindak sudah memikirkan segala hal yang dapat terjadi dan menyusun strategi matang dari berbagai kepala yang ada. Itu dulu, sekarang kita lebih disibukkan dengan program kerja yang ada sehingga pengawalan terhadap kebijakan-kebijakan birokrasi mulai terabaikan dan anehnya kita masih tetap merasa nyaman dengan kondisi seperti ini. Sebenarnya banyak orang-orang kritis yang tidak berlembaga dan senang membahas kebijakan-kebijakan kampus namun pembahasan mereka hanya berakhir di meja yang berisikan gelas-gelas sisa kopi dan piring-piring sisa gorengan karena mereka tidak memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasinya, seperti ide yang akan hilang ketika pemilik ide tersebut mati maka tulislah ide mu pada selembar kertas walaupun itu salah karena akan dibenarkan oleh generasi penerus yang membacanya.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deep Drawing

K3 UMUM

Kata Bijak Para Filsuf